Gerakan Pemberontakan Pasca Pengakuan Kedaulatan Indonesia
1. Gerakan APRA
Gerakan APRA terjadi di Bandung pada 23 Januari 1950. APRA dipimpin Raymond Westerling. Pemberontakan APRA dilakukan oleh mantan KNIL yang mendukung bentuk negara federal dan menolak bentuk negara kesatuan. Tuntutan APRA, agar semua mantan KNIL ditetapkan menjadi tentara negara bagian yang ditempatinya. Akan tetapi, tuntutan tersebut tidak dituruti oleh RIS. Akibat tuntutan APRA tidak diperhatikan, mereka melakukan kekacauan. Lebih dari 800 tentara KNIL memasuki Kota Bandung dengan kendaraan lapis baja. Mereka menembaki setiap anggota TNI yang ditemui.
Dalam peristiwa APRA tersebut 79 orang TNI gugur. Operasi penumpasan APRA dilakukan oleh TNI. Kesatuan-kesatuan polisi dari Jawa Tengah dan Jawa Timur dikirim ke Bandung.Pasukan APRA berhasil dipukul mundur ke luar Kota Bandung. Bahkan, pertempuran yang terjadi di daerah Pacet, TNI berhasil menghancurkan APRA. Meskipun APRA dapat ditumpas, Westerling dapat lolos dan melarikan diri ke luar negeri dengan menumpang pesawat Catalina milik Angkatan Laut Belanda.
2. Pemberontakan KNIL
Mantan KNIL di bawah pimpinan Andi Azis melakukan pemberontakan di Makassar pada 5 April 1950. Pemberontakan tersebut dilatarbelakangi adanya perasaan tidak puas atas kehadiran TNI yang akan mengamankan situasi di Makassar. Tahun 1950an, di Makassar sering terjadi bentrokan antara kelompok propersatuan dengan kelompok pro-negara federal.
Menurut Andi Azis, hanya tentara APRIS dari KNIL yang bertanggung jawab atas keamanan di Makassar. Oleh karena itu, Andi Azis menghalangi TNI masuk ke Makassar. Pasukan Andi Azis menguasai sarana-sarana penting di Makassar, seperti pos-pos militer, kantor telekomunikasi, lapangan terbang, serta menahan Letnan Kolonel A.J. Mokoginta yang menjabat sebagai Panglima Tentara Teritorium Indonesia Timur.
Pemerintah RI memerintahkan Andi Azis untuk menghentikan pergerakannya dan mengultimatum agar datang ke Jakarta dalam waktu 4 × 24 jam untuk mempertanggungjawabkan tindakan Andi Azis. Namun, ultimatum tersebut tidak dilaksanakan oleh Andi Azis. Oleh karena itu, pemerintah RI melaksanakan operasi militer untuk menumpas pemberontakan Andi Azis.
Pasukan penumpas pemberontakan Andi Azis, dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang dengan kekuatan 2 Brigade dan 1 batalyon. Batalyon Worang mendarat di Makassar pada 21 April 1950 dan disusul oleh pasukan pimpinan Kawilarang pada 26 April 1950. Pasukan tersebut masuk ke Makassar dan mempersempit pergerakan pemberontak. Akhirnya, pasukan Andi Azis menyerah dan ditangkap oleh pasukan militer RI.
3. Pemberontakan Republik Maluku Selatan
Mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur, yaitu Dr. Ch.R.S. Soumokil, memproklamasikan Republik Maluku Selatan (RMS) pada 25 April 1950. RMS merupakan gerakan pemberontakan kepada RI. Anggota RMS merupakan mantan tentara KNIL dan sisa pasukan Andi Azis di Makassar yang melarikan diri ke Maluku.
Pada awalnya, pemerintah Republik Indonesia menggunakan perundingan untuk menyelesaikan pemberontakan RMS. Pemerintah Indonesia mengirimkan dr. J. Leimena untuk berunding. Namun, pimpinan RMS Dr. Ch.R.S. Soumokil, menolak perundingan yang ditawarkan oleh pemerintah. Akibat dari penolakan tersebut, pemerintah Indonesia memutuskan menumpas gerakan RMS secara militer.
Operasi penumpasan RMS, dipimpin Kolonel A.E. Kawilarang. Pasukan Kol.A.E.Kawilarang mendarat pada 14 Juli 1950 di Laha, Pulau Buru. Akibat belum menguasai medan, pasukan Kol.A.E.Kawilarang mengalami kesulitan untuk secara cepat menguasai Pulau Buru. Akhirnya, Pulau Buru dapat dikuasai. Pasukan bantuan dapat menguasai Kepulauan Tanimbar, Kei, dan Aru. Kemudian, dari Pulau Buru pasukan APRIS/TNI diarahkan ke Pulau Seram dan Ambon.
Pada permulaan November 1950, Kota Ambon dapat dikuasai pasukan APRIS setelah melalui pertempuran hebat dengan korban yang cukup banyak. Setelah Kota Ambon dapat dikuasai pasukan pemerintah Indonesia, sisa pasukan RMS melarikan diri ke dalam hutan.
4. Pemberontakan PRRI Permesta
Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)/Piagam Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) dilatar belakangi oleh ketidakpuasan terhadap masalah otonomi dan perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah serta ketidak setujuan terhadap peran PKI dalam pemerintahan. Keadaan tersebut melahirkan gerakan-gerakan berbentuk dewan, antara lain Dewan Banteng pimpinan Letkol Ahmad Husein di Sumatra Barat, Dewan Gajah pimpinan Kolonel M. Simbolon di Sumatra Utara, Dewan Garuda pimpinan Letkol Barlian di Sumatra Selatan, dan Dewan Manguni pimpinan Letkol V. Sumual. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, pemerintah menempuh jalan musyawarah. Musyawarah dilangsungkan di Jakarta pada 10–14 September 1957 yang berhasil mengambil beberapa keputusan serta pernyataan bersama yang ditandatangani oleh Drs. Mohammad Hatta dan Ir. Soekarno.
Pada 25 November 1957, pemerintah kembali mengundang tokoh nasional dan daerah, wakil-wakil partai politik, serta ahli-ahli ekonomi juga para pejabat militer dari segenap teritorium kecuali Letkol Ahmad Husein dari Teritorium Sumatra Tengah untuk menyelenggarakan musyawarah lanjutan. Musyawarah itu disebut Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan musyawarah adalah untuk membahas dan merumuskan usaha-usaha pembangunan sesuai dengan keinginan daerah.
Namun, tawaran pemerintah tersebut tidak diperhatikan. Pada 10 Februari 1958, di Padang, Letkol Ahmad Husein mengeluarkan ultimatum agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri, membentuk zaken kabinet, dan presiden kembali pada kedudukannya sebagai presiden konstitusional. Usulan tersebut ditolak pemerintah pusat. Oleh karena ultimatumnya ditolak pemerintah, pada 15 Februari 1958, Letkol. Ahmad Husein mengumumkan berdirinya PRRI kemudian diikuti oleh pengumuman Letkol D.J. Somba di Sulawesi tentang Permesta pada 17 Februari 1958.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer gabungan unsur darat, laut, dan udara. Operasi militer tersebut, antara lain sebagai berikut.
1. Operasi Tegas, dipimpin Letkol Kaharudin Nasution di Riau.
2. Operasi 17 Agustus, dipimpin Kolonel Ahmad Yani di Sumatra Barat.
3. Operasi Sapta Marga, dipimpin Brigjen Djatikoesoemo di Sumatra Utara.
4. Operasi Sadar, dipimpin Letkol Ibnu Sutowo di Sumatra Selatan.
5. Operasi Merdeka, dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat di Sulawesi dan Indonesia Timur.
Gerakan penumpasan PRRI ditujukan ke daerah-daerah minyak yang memiliki modal asing. Pada 14 Maret 1958, Pekanbaru dapat dikuasai APRI. Kemudian tanggal 4 Mei 1958, Bukittinggi dapat direbut kembali. Pada 29 Mei 1961, Ahmad Husein dan tokoh-tokoh sipil yang menyokong PRRI akhir nya menyerah.
Demikianlah Materi Gerakan Pemberontakan Pasca Pengakuan Kedaulatan Indonesia.
Halaman:
1
2
Posting Komentar